Bebek Putih
Bebek putih
“Jam sudah menunjukkan angka sembilan!” seru Ibu kepada Lien kecil.
“Keluarlah dari tempat tidurmu cepat, nak. Hari sudah siang. Kau sudah tidur
sangat lama.”
Lien bangkit dari tempat tidur. Roti menteganya dengan bubuk coklat
sudah siap. Ibu memberinya pula secangkir teh dengan gula. Lien menikmatinya!
Sementara Lien makan, Ibu memotong roti menjadi bulatan sebesar dadu yang kecil. Lalu dia masukkan ke dalam keranjang kecil.
“Itu untuk bebek-bebek ya, bu?” kata Lien.
Ibu mengangguk.
Pada waktu Lien memakan rotinya, Ibu membersihkan diri dan
berpakaian. Sesudah itu bersama-sama mereka pergi ke telaga untuk memberi roti
itu kepada bebek-bebek.
“Kwak-kwak!” seru semua bebek-bebek, pada waktu mereka melihat Ibu
dan Lien datang. Mereka semua tahu bahwa ada roti dalam keranjang kecil itu.
Lien melempar pertama dengan beberapa potongan kecil. Sesudah itu mereka terus
melempar lebih banyak dan lebih banyak.
Sepertinya sangat lama sampai tidak apa-apa lagi dalam keranjang
kecil itu.
“Sekarang roti sudah habis,” kata Ibu.
“Semuanya habis!” seru Lien kepada bebek-bebek. Mereka semua pergi
lagi dari situ. Tetapi kemudian datanglah seekor bebek yang manis, kecil, dan
putih, berenang mendekat.
“Kwak-kwak!” serunya lembut.
“Yang ini belum mendapat makanan,” kata Lien sedih. “Ach, malang
sekali. Dia seekor bebek yang sangat manis.”
Ibu melihat sekali lagi ke dalam keranjang kecil itu, kalau-kalau
mungkin masih ada sebuah roti lagi di dalamnya. Tetapi sayangnya tidak. Di
dalamnya sama sekali telah kosong. Lalu Ibu meraba ke dalam kantong jasnya.
Untunglah dia masih menemukan ada sebuah kue.
Lien memberi kue itu kepada bebek putih itu.
“Kwak-kwak,” serunya lembut lagi.
“Itu berarti: terima kasih banyak,” kata Ibu.
Lien tertawa dan berseru:
“Besok kau mendapat roti lagi, bebek kecil!”
Dan setelah itu Lien dengan Ibu sudah pulang lagi ke rumah.
Comments