Berita yang salah
Berita yang salah
“Pieter sayang!” seru Ibu. “Kau pergilah cepat menyampaikan pesan
untukku sebab aku akan bepergian.”
“Apa yang harus aku lakukan?” tanya Pieter.
“Kau harus mengambil kue-kue untukku pada tukang kue kering,” kata
Ibu. “Kau bisa bukan?”
“Aku akan lakukan paling baik,” kata Pieter. “Karena aku sudah
besar, kan?”
“Tentu saja,” tawa Ibu. Dan dia memberinya sebuah tas yang berisi dompet berisi uang. “Kau harus mengambil untukku dua ons kaki kambing jantan,” katanya. “Itu berupa kue-kue yang dicampur dengan coklat. Kau mengerti?”
“Ya,” kata Pieter. “Mmmm... ini rasanya sangat lezat.”
“Dapatkau mengingat nama kue itu?” tanya Ibu. “Katakan sekali lagi
nama kue itu!”
“Kaki kambing jantan!” seru Pieter.
Ibu mengangguk membenarkan dan tak lama kemudian Pieter pergi ke
tukang kue kering. Toko kue kering letaknya jauh dari sana. Di tengah jalan
Pieter bertemu kawan-kawannya dan mereka mengajaknya bicara. Mereka meminta
agar dia mau bermain dengan mereka. Namun Pieter tidak melakukannya sebab dia
tahu bahwa Ibu sedang menunggu kue-kue itu.
Tak lama kemudian dia memaksuki toko yang paling bagus. Di sana
sangat ramai dan lalu Pieter masih punya waktu untuk melihat berkeliling.
Begitu banyak kue-kue yang sangat lezat. Dia bahkan ingin mencicipi semua kue
yang ada. Tiba-tiba dia mendengar nyonya pemilik toko bertanya:
“Pieter, apa yang harus kau pesan, anak muda?”
“Apakah aku sudah mendapat giliran?” pikir Pieter dan tiba-tiba dia
tidak ingat lagi apa nama kue-kue itu.
“Eh... eh... dua ons... eh... eh... eh... dua ons... eh...
kue-kue...” dia tergagap.
“Kue-kue mana yang harus diambil?” tanya nyonya toko itu.
“Aku tidak ingat lagi,” kata Pieter dan dia melihat ke semua piring
yang berisi kue-kue. Namun dia tidak melihat kue-kue yang dipesan Ibu.
“Apa nama kue itu juga ya?” pikirnya.
“Pikirlah dengan tenang lagi,” kata pemilik toko ramah. “Karena kau
tidak ingat, kan?”
“Ya!” seru Pieter keras. “Aku tahu sekarang! Kue-kue itu dinamakan
kaki-kaki kambing. Dua ons kaki kambing harus aku pesan.”
“Kaki-kaki kambing?” tanya nyonya itu dan dia mulai tertawa keras.
“Itu lucu!” dia tertawa terbahak-bahak. “Aku tidak menjual itu.
Mungkin kaki kambing jantan yang kau maksudkan?”
Nyonya itu mengumpulkan kepadanya kue kaki kambing.
“Ya,” Pieter mengangguk. “Itu yang aku maksudkan!” katanya.
Pada waktu nyonya pemilik toko mulai tertawa sambil menimbang
kaki-kaki kambing, Pieter pun ikut tertawa pula.
Beberapa menit kemudian dia melangkah dengan sekantong kue kaki
kambing dalam keranjang belanja untuk pulang. Aku pikir Pieter akan memperoleh
kaki kembang sebagai hadiah belanjaannya.
Comments