Hutan yang sunyi
Hutan yang sunyi
Pada suatu masa di dalam hutan yang besar dan sunyi, dimana hal-hal
aneh sering kali terjadi. Hal-hal apa itu? Ya, itu adalah sebuah rahasia.
Beberapa orang gadis dan pemuda yang melihat itu bercerita sambil
tertawa bahwa itu sangat menyenangkan. Tetapi mereka berkata pula bahwa mereka
tidak boleh bercerita lebih jauh apa yang telah mereka lihat. Mereka melakukan
itu juga, lalu mereka akan mendapatnya rambut hijau. Sekarang, siapa yang mau
punya rambut hijau? Pasti tidak seorang pun! Begitulah bagi tiap orang yang
belum pernah datang ke dalam hutan yang sunyi itu, suatu rahasia yang
menyenangkan untuk dilihat.
Jacobus, seorang pemuda yang langsing dan kuat ingin tahu pula. Pada hari Rabu yang bebas dia pergi ke hutan yang sunyi itu.
“Aku ingin tahu ada apa dan benda macam apa yang ada di sana,”
pikirnya.
Di pinggir hutan berdiri tanah pertanian Gerritsen.
Vlek, anjing penjaga duduk di depan kandangnya di bawah sinar
matahari dengan tiduran sebentar.
“Siang, Vlek,” panggil Jacobus ramah dan melempar kerikil mengenai
kepalanya. Dengan nada marah Vlek melompat dan memandang Jacobus dengan tidak
senang. Dia menggeram:
“Apa kau yang melempar batu itu? Pemuda nakal! Tidak bisakah kau
membiarkan seekor anjing tiduran sebentar?”
Jacobus melakukan dengan lembut sehingga Vlek tidak marah dan
bertanya.
“Bisa kau ceritakan kepadaku hal-hal menyenangkan yang telah kau
lihat di hutan itu?”
“Aku tidak bisa,” jelas Vlek. “Aku tidak percaya terhadap
cerita-cerita yang terjadi dalam hutan itu. Kau tahu, Jacobus?”
“Aku sebenarnya tidak percaya, Vlek. Tapi kau tidak akan pernah
tahu. Namun aku akan pergi melihat. Kau ikut?”
“Tidak,” seru Vlek. “Kau pergilah sendiri!”
Jacobus masuk ke dalam hutan. Pohon-pohon pertama yang ditemuinya
sepanjang jalan belum tinggi. Namun
semakin jauh dia berjalan, pohon-pohon yang dijumpainya semakin besar. Dia
tidak melihat satu binatang pun, tidak ada burung di dedaunan dan bahkan tidak
ada tikus hutan di antara semak-semak. Sunyi dalam hutan dan sangat cantik:
akar-akar pohon berwarna coklat dan mengkilauan, semak-semak dengan hijau
terang, lumpur beludru gelap, dan suara biola hutan yang berwarna ungu sedang
berkembang.
Jacobus terus melangkah kira-kira satu jam lamanya. Bosan berjalan
dia pergi beristirahat di bawah pohon-pohon tua yang besar.
“Berapa lama waktu yang diperlukan agar aku bisa melihat hal-hal
yang menyenangkan?” katanya keras pada dirinya sendiri.
“Ke sanalah aku akan menuntunmu segera,” terdengar sebuah suara.
Dari semak-semak datanglah seekor lebah yang berwarna keemasan. Dia melihat
Jacobus dengan mata kecilnya yang terlihat seperti 2 bara api yang sangat
panas.
“Ikutlah denganku,” dia mendengung.
Jacobus berjalan di belakang tabuhan sampai suatu tempat terbuka. Di
sana berdiri sebuah pohon amat besar di tengah-tengah.
“Pergilah kebawah pohon itu,” kata tabuhan emas, “ Ikuti ucapanku:
Aalvis – baalvis – kaalvis – daalvis!”
“Begitu,” pikir Jacobus.”Itu sulit.”
“Katakan sekali lagi, lebah emas?” pintanya.
Tetapi lebah tidak melakukan itu. Jacobus berpikir cukup lama.
Tiba-tiba dia tahu kata panjang yang sulit itu:
“Aalvis – baalvis – kaalvis – daalvis!” dia berseru keras.
“Baik,’ kata lebah. “Sekarang aku akan memperlihatkan sesuatu yang
menyenangkan.
Tetapi pertama kau harus menutup matamu dan percaya padaku, dan
jangan ceritakan kepada orang lain apa yang telah kau lihat di sini. Kalau kau
ceritakan lebih lanjut, rambutmu akan berubah menjadi hijau seperti rumput.
Paham?
“Aku tidak akan mengatakan selanjutnya,” dengan mata tertutup.
“Baik, “ kata tabuhan “Bukalah matamu lagi.”
Ketika Jacobus melihat ......
Seekor bangau yang sedang bermain kartu dengan katak. Seekor kadal
sedang bermain gundu dengan kura-kura. Seekor kijang menulis dengan sebutir di
atas sebuah papan tulis sekolah. Sepuluh ekor kelinci putih menari gembira
dalam sebuah lingkaran. Mereka menghirup dengan hidung tertawa. Tiga ekor ayam
sedang bermain lompat tali. Seekor musang dan seekor beruang duduk di atas
sebuah tempat loncatan dan seekor gajah yang gemuk dan berlemak sedang
berayun-ayun naik turun. Seekor zebra bersepeda di atas kendraan tiga roda.
Seekor kambing sedang bermain bola dengan seekor ayam jantan. Seseorang bermain
loncat-loncatan dengan seekor laba-laba. Seekor burung merah dan seekor tupai
bergantung bersama pada tali.
Mereka semua menyanyikan sebuah koor burung dengan nada paling
tinggi. Dirigen mereka adalah seekor kucing jantan bertotol hitam putih.
Untuk pertama kalinya Jacobus melihat semua hal yang mustahil itu.
Tetapi ketika itu pula dia mulai tertawa. Dia menggelengkan kepalanya. Sebuah
pemandangan yang menyenangkan dari apa yang dilakukan binatang semua di sana.
Begitu indah dilihat, merdu didengar.
Tiba-tiba semuanya sirna dan Jacobus ternyata hanya duduk di bawah
pohon besar.
“Aku sudah melihat mereka,” pikirnya.” Sekarang aku bisa pulang
lagi.”
Sambil tertawa dia menyusuri jalan yang sama saat dia datang tadi.
Oleh karena sangat sepi, Jacobus tidak berani tertawa keras. Tetapi setelah
jauh di luar hutan, dia berteriak keras-keras. Air matanya meleleh di pipinya.
“Nah, nah,” kata Vlek, yang sedang duduk sambil menungggu
Jacobus.”Aku percaya itu menyenangkan. Kau tertawa seperti itu. Cepat ceritakan
kepadaku.”
Dan sesudah itu Jacobus menceritakan semua apa yang telah
dilihatnya.
Vlek duduk melihat dengan mata kagum terbelalak. Bukan kepada semua
cerita Jacobus. Bukan, dia sangat terkejut sebab rambut Jacobus menjadi hijau.
Dia melihat sambil tertawa.
“Mengapa kau tertawa?” tanya Jacobus.”Kau menertawakan hal-hal yang
menyenangkan yang sudah aku lihat?”
“Bukan,” kata Vlek.”Aku menertawakan hal-hal yang menyenangkan yang
kini aku lihat.”
“Apa yang kau lihat sekarang? Kau melihatku!” teriak Jacobus.
“Tepat. Itulah! Oleh karena itu aku harus tertawa!”
“Tetapi adakah yang harus ditertawakan?” kata Jacobus kaget.
“Tidak, sebaiknya kau pulang dan sesampai di rumah kau bercerminlah.
Kau akan tahu semua.”
Jacobus mengangkat bahu tidak mengerti dan pulang. Sampai di rumah
tentu saja dia segera memandang kedalam cermin. Dan melihat rambutnya sudah
berubah menjadi hijau. Nah, itu karena salah sendiri karena dia tahu bahwa dia
tidak boleh menceritakan kepada orang lain. Karena dia tidak menepati
janji.
Comments