jan Diedeldeine
Jan Diedeldeine
Siapa yang meniup sebuah suling kayu begitu merdu di sana?
Orang yang meniup suling yaitu seorang lelaki tua berumur sekitar
seratus tahun. Namanya Jan Diedeldeine. Tak seorang pun menyukai lelaki tua
itu. Dia juga tidak punya pondok untuk dihuninya. Dia tinggal di sepanjang
jalan-jalan besar dan jalan-jalan kecil dan mengemis. Pada waktu dia mendapat
beberapa sen dari seorang laki-laki aatu perempuan, dia meniupkan sebuah lagu
yang cantik dari suling kayunya. Tetapi beberapa hari kemudian, dia tidak
mendapat apa-apa dan oleh karena itu lelaki tua itu menjadi kelaparan. Sangat
lapar.
Pada suatu hari dia memasuki hutan. Karena sangat letih, ia menjatuhkan diri ke aats lumut. Musim dingin mendekat dan binatang-binatang sibuk membenahi semuanya.
Mereka anggap gila jika orang tua itu membiarkan dirinya tergeletak
di atas lumut.
“Orang tua itu kelihatannya sakit,” kata Nyonya tupai.
“Kau berpikir begitu?” tanya tuan Kelinci Hutan dan dia melihat
sekali lagi secara teliti kepada lelaki tua itu.
“Ya, benar,” celoteh nyonya Tupai. “Aku melihat itu secara jelas.
Bibir-bibirnya sangat kering.”
“Aku akan memberinya sesuatu yang dapat diminum,” kata tuan Kelinci
Hutan. Dia berjalan cepat memasuki kandangnya dan kembali lagi dengan segelas
susu kambing. Dan membawanya kepada lelaki tua itu.
“Apakah kau haus?” tanya tuan Kelinci Hutan.
“Ya,” kata Jan Diedeldeine.
“Minumlah cepat susu ini hingga habis.”
Jan Diedeldeine sangat senang melakukannya karena dia memang sangat
haus.
“Apakah kau sakit?” tanya tuan Kelinci Hutan itu lagi.
“Tidak, aku hanya letih karena sudah berjalan.”
“Mengapa kau berjalan begitu lama?”
“Aku seorang pengembara. Aku tidak punya rumah untuk tinggal. Aku
mendapat sen dengan berjalan.”
“Kau mendapat upah sen dengan berjalan? Itu gila!” pendapat tuan
Kelinci Hutan. “Atau kau mungkin seorang pelari kencang?”
“Bukan,” kata Jan Diedeldeine. “Kau tidak mengerti maksudku. Aku
bermain untuk orang dengan suling kayuku dan untuk itu aku menerima terkadang
beberapa sen. Tetapi tidak banyak, Sayang.”
“Bermainlah kau sesuatu untukku?” pinta tuan Kelinci Hutan.
Jan Diedeldeine mulai bermain. Suaranya sangat merdu, sehingga
telinga-telinga dari tuan Kelinci Hutan itu sudah berdiri tegak lurus. Dan
semua binatang dari hutan datang mendekat secara diam-diam untuk mendengarkan
secara bersama-sama. Ketika lagu habis, mereka bertepuk tangan sangat nyaring
dan berseru.
“Itu sangat merdu!”
“Kau tahu?” saran tuan Kelinci Hutan. “Kami akan membangun sebuah
pondok untuk Jan Diedeldeine dalam hutan. Tetapi... dia harus memainkan suling
kayu setiap hari untuk kami.”
Jan Diedeldeine setuju dengan saran itu. Setiap hari, dari saat
matahari terbenam sampai matahari terbenam lagi, dia memainkan untuk
binatang-binatang lagu-lagu yang sangat merdu. Binatang-binatang berpendapat
lagu-lagu sangat menyenangkan dan Jan Diedeldeine juga mendapatkan biaya
hidupnya.
Comments