Roti hangat
Roti hangat
Bel
berbunyi. Aku akan membukanya, seru Jip. Tidak, aku! Teriak Janneke.
Mereka berdua berlari melalui gang. Jip duluan. Dia
membuka pintu. Tukang roti datang. Begitulah anak kecil, kata dia.
Siang tukang roti, kata Jip. Siang tukang roti, kata
Janneke.
Apa yang kalian perlukan? tanya tukang roti. Sebentar
ya, kata Jip. Dia memanggil: Ibu! Tetapi
tidak ada jawaban. Ibu masih ada di ruangan atas.
Apa yang harus aku ambil sekarang ? tanya Jip. Ambillah
setengah putih dan setengah sawo matang, kata Janneke.
Letakkan roti di dapur, kata Janneke. Tidak, kata Jip.
aku akan perlihatkan roti itu kepada ibu. Dia memegang dua roti itu di bawah
lengannya. Dia naik tangga menuju ruang atas. Ibu! panggil dia. Tetapi ibu
tidak berada di atas ruangan atas. Juga tidak di dalam kamar. Tidak pula di
dapur. Jip mencari kemana-mana. Janneke mengikuti dengan cepat di belakangnya.
Di gudang batu bara mungkin, kata dia.
Jip membuka gudang batubara. Tapi dia melakukannya
sangat buru-buru. Di atas hidungnya. Roti setengah putih terletak di dalam
batubara. O, o, betapa kotornya. Roti
itu menjadi hitam seluruhnya.
Mari kita cuci, kata Janneke. Di bawah kran. Mereka
memegang roti itu di bawah kran. Warna hitam memang hilang, tetapi roti menjadi
basah. Apalagi yang kalian lakukan kini? tanya ibu. Dia datang secara
tiba-tiba. Dia datang dari kebun. Apa kalian lakukan di situ? tanya dia. Roti
di bawah kran?
Jip menceritakan semuanya. Janneke berkata: Ya. Jip
tidak dapat membantu. Dia mencari ibu dan setelah itu dia terjatuh dalam gudang
batu bara.
Yaa, kata ibu. Itu tindakan ceroboh, sayang.
Tetapi kau tahukah sesuatu? Kita akan menaruh roti itu dalam oven sore ini.
Lalu dikeringkan lagi. Tengah hari mereka makan roti hangat. Di luar oven. Roti
ini enak, kata ayah. Sangat hangat. Kau harus membuatnya sekali lagi. Ibu
tertawa. Jip tertawa pula. Tetapi mereka tidak menceritakan kepada ayah mengapa
mereka tertawa
Comments
Post a Comment